Lompat ke isi utama

Berita

Siaran Pers; SIKAP WALKOUT BAWASLU KABUPATEN INDRAMAYU PADA REKAPITULASI DAFTAR PEMILIH HASIL PEMUTAKHIRAN (DPHP) OLEH KPU KABUPATEN INDRAMAYU

Pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) dan Penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Indramayu yang dihadiri oleh Forkopimda, Perwakilan Parpol, Seluruh PPK dan seluruh pimpinan Bawaslu Kabupaten Indramayu beserta staf pengawasan pada Senin, 7 September 2020 yang dimulai pukul 13.30 terjadi penetapan DPS yang tidak akomodatif terhadap masukan-masukan Bawaslu Kabupaten Indramayu maupun perwakilan partai politik yang hadir. Bawaslu Kabupaten Indramayu memberikan masukan untuk menunda penetapan DPS pada pukul 17.00 WIB setelah memperhatikan amburadulnya jumlah rekap daftar pemilih tidak memenuhi syarat (TMS) karena KPU Kabupaten Indramayu tidak dapat menjelaskan pemilih TMS kategori pindah domisili dan pemilih TMS kategori bukan penduduk. Hal ini penting bagi Bawaslu untuk memastikan keakuratan DPHP yang akan ditetapkan menjadi DPS. Begitupun perwakilan parpol yang menyampaikan tanggapannya agar KPU Kabupaten Indramayu untuk dapat menjelaskan data tersebut mengingat ia tidak memiliki data tersebut.

Sebelumnya pada saat Rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) di tingkat Kelurahan/Desa dan Kecamatan, pengawas pemilu (Panwaslu Kelurahan/Desa dan Panwaslu Kecamatan) tidak diberikan salinan daftar pemilih hasil pemutakhiran (A.B-KWK) dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) maupun Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), sedangkan sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (11) PKPU Nomor 19 Tahun 2019 yaitu “PPS menyampaikan daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPK, PPL dan KPU/KIP Kabupaten/Kota dalam bentuk softcopy dan hardcopy”, yang dimaksud daftar pemilih Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) PKPU Nomor 19 Tahun 2019 yaitu Setelah menerima hasil Coklit dari PPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (10), PPS menyusun daftar Pemilih hasil pemutakhiran berdasarkan hasil Coklit oleh PPDP (form model A.B-KWK)”.

Kemudian KPU melalui PPK dan PPS berdalih bahwa DPHP merupakan data peribadi yang dilindungi sesuai dengan Undang-undang Administrasi Kependudukan, sedangkan sesuai dengan Pasal 84 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Administrasi Kependudukan menghapus ketentuan data pribadi penduduk yang harus dilindungi diantaranya nomor KK dan NIK dihapus sehingga data pribadi penduduk yang dilindungi hanya termuat “Keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental, sidik jari, iris mata, tenda tangan, dan elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang”, bahwa terkait dengan pendapat kami, yang dimaksud dengan data pribadi penduduk yang dilindungi tidak termasuk NIK, NKK atau data bagian lain yang merupakan Daftar Pemilih.

Bahwa Bawaslu Kabupaten Indramayu menjalankan peran pengawasan untuk penelitian hasil rekapitulasi daftar pemilih setelah selesainya rekapitulasi tingkat kecamatan sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf “b” Perbawaslu Nomor 4 Tahun 2020 yaitu “Bahwa Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan penelitian terhadap hasil rekapitulasi daftar Pemilih hasil pemutakhiran oleh PPK yang menjadi bahan dalam rekapitulasi daftar Pemilih oleh KPU Kabupaten/Kota berdasarkan hasil pengawasan”. Mengingat PKD dan Panwascam tidak diberikan akses DPHP oleh PPS maupun PPK maka Bawaslu Kabupaten Indramayu mengirimkan surat dinas nomor 051/K.BAWASLU-JB.09/PM.02/IX/2020 tertanggal 5 September 2020 perihal permohonan data AB-KWK (DPHP) sebelum pelaksanaan Pleno DPHP dan penetapan DPS oleh KPU Kabupaten Indramayu tidak ada tanggapan, begitupun  rekomendasi penanganan pelanggaran nomor 048/BAWASLU-JB.09/HK.00.00/VIII/2020 tertanggal 21 Agustus 2020 perihal daftar pemilih belum di coklit, sampai dengan terlaksananya Rapat Pleno Rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) KPU Kabupaten Indramayu pada hari ini Bawaslu Kabupaten Indramayu belum pernah menerima hasil perbaikan atas surat dinas dan rekomendasi penanganan pelanggaran administrasi tersebut.

Bahwa rangkaian belum siapnya KPU Kabupaten Indramayu dalam melaksanakan rapat pleno rekapitulasi DPHP tingkat Kabupaten ditunjukan pada saat  pembacaan hasil rekapitulasi DPHP oleh PPK, Bawaslu Kabupaten Indramayu mengoreksi terkait dasar format rekapitulasi DPHP yang digunakan oleh KPU Kabupaten Indramayu dan melalui staf KPU dijawab bahwa format rekap tersebut ternyata buatan sendiri tanpa dasar ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga rapat pleno di skorsing selama 15 menit oleh Ketua KPU Kabupaten Indramayu untuk dilakukan penyesesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Atas berbagai peristiwa tersebut Bawaslu Kabupaten Indramayu menyatakan sikap untuk menunda proses penetapan DPS agar lebih akurat, dan disarankan KPU Kabupaten Indramayu agar memperbaiki keterangan-keterangan jumlah daftar pemilih TMS serta daftar pemilih baru dan menjawab rekomendasi penanganan pelanggaran administrasi terkait tindak lanjut daftar pemilih yang belum dicoklit. Namun karena ketua KPU Kabupaten Indramayu memaksakan kehendaknya menetapkan DPS tanpa mempertibangkan berbagai masukan Bawaslu Kabupaten Indramayu dan perwakilan dari unsur Parpol, maka sikap ketua KPU Kabupaten Indramayu tersebut akan ditindak lanjuti dengan mekanisme penanganan pelanggaran, dan Bawaslu Kabupaten Indramayu memutuskan untuk walkout dari Rapat Pleno Rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) tingkat Kabupaten yang kemudian diikuti oleh perwakilan partai politik dan forkopimda, mengingat Pasal 14 Ayat (6) PKPU Nomor 19 Tahun 2019 yaitu “Dalam rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PPK, Panwas Kabupaten/Kota, atau Tim Kampanye Pasangan Calon dapat memberikan masukan apabila terdapat kekeliruan dalam rekapitulasi”.

Terkait peristiwa tersebut, potensi dugaan pelanggaran yang dimungkinkan untuk diproses yaitu:

  1. Terkait dengan tidak diindahkannya masukan dari Bawaslu Kabupaten Indramayu dan beberapa perwakilan partai politik, maka KPU Kabupaten Indramayu agar melaksanakan Rekapitulasi DPHP dan Penetapan DPS ulang sesuai tata cara dan prosedur mekanisme ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
  2. KPU dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan etika profesionalitas penyelenggara pemilu sesuai Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 yaitu
  • Pasal 6
  • Ayat (2) huruf “d”

akuntabel bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

  • Ayat (3) Huruf “c”

Tertib maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, keteraturan, keserasian, dan keseimbangan;

  • Ayat (3) Huruf “d”

Terbuka maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memberikan akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai kaidah keterbukaan informasi public.

  • Ayat (3) Huruf “f”

Profesional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memahami tugas, wewenang dan kewajiban dengan didukung keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas.

  • Ayat (3) Huruf “i”

Kepentingan umum bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu mendahulukan kepentingan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

  • Pasal 9

Dalam melaksanakan prinsip jujur, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak

  • Menyampaikan seluruh informasi yang disampaikan kepada publik dengan benar berdasarkan data dan/atau fakta
  • Memberitahu kepada publik mengenai bagian tertentu dari informasi yang belum sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan berupa informasi sementar.
  • Pasal 11

“Dalam melaksanakan prinsip berkepastian hukum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak”

  • Huruf “b”

Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang sesuai dengan yurisdiksinya;

  • Huruf “c”

Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu, dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; dan

  • Huruf “d”

Menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pemilu sepenuhnya diterapkan secara adil dan tidak berpihak

  • Pasal 12

Dalam melaksanakan prinsip tertib, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak

  • Memastikan informasi yang dikumpulkan, disusun, dan disebarluaskan dengan cara sistematis, jelas, dan akurat;
  1. Bahwa KPU tidak dapat memberikan keterangan yang tidak benar terkait dengan data diri orang lain, sesuai Pasal 177 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 yaitu “Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
  2. Bahwa KPU dilarang tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi daftar pemilih sesuai Pasal 177B Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yaitu “Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap data dan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)”.
  3. KPU dalam melaksanakan rekapitulasi daftar pemilih dilarang menghilangkan hak pilih orang lain sesuai Pasal 178 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 yaitu “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
  4. KPU dilarang menghalang-halangi tugas penyelenggara pemilihan sesuai Pasal 198A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yaitu “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak kekerasan atau menghalang-halangi Penyelenggara Pemilihan dalam melaksanakan tugasnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)”.

Tag
BERITA
PENGAWASAN